Sabtu, 23 Juli 2016

Skizofrenia Paranoid

       Skizofrenia adalah gangguan jiwa dengan gejala utama berupa waham (keyakinan salah dan tak dapat dikoreksi) dan halusinasi (seperti mendengar dan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada). Skizofrenia adalah juga penyakit yang mempengaruhi wicara serta perilaku. Seseorang yang menderita skizofrenia mungkin mengaku bahwa diri mereka adalah 'orang besar'. Seperti halnya pengalaman Satira Isvandiary (Evie) yang dituturkan dalam psikomemoarnya bahwa ia yakin jika ia adalah Ratu Adil yang dapat berbicara dengan segala makhluk tanpa batasan bahasa dan dapat berhubungan dengan Tuhan secara langsung. Pada kasus yang lebih jarang, bahkan ada penderita yang mengaku bahwa ia adalah Tuhan itu sendiri. namun gejala itu dapat bertumpuk dengan pikiran dan perasaan bahwa mereka adalah korban dari para penyiksa (victim of persecutors). mereka tak berdaya menghadapi kenyataan hidup karena pikiran dan perasaan mereka dipenuhi oleh waham dan halusinasi yang membuat diri mereka melambung dan sekaligus terhempas. Pada banyak kasus ketersiksaan itulah yang cenderung bertahan lama di dalam diri penderita, sehingga menurut data statistik 50% penderita skizofrenia pernah berusaha bunuh diri dan 10% berhasil mati.


Sejarah dan Istilah Skizofrenia:
Menurut The Oxford English Dictionary (1989) kata schizophrenia (skizofrenia) merupakan adaptasi dari kata dalam Bahasa Jerman schizophrenie. Kata ini diciptakan oleh E(ugen) Bleuler (1857-1939) dalam bukunya Psychiatrisch-Neurol. Wochenschr. kata dalam Bahasa Jerman itu sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu schizein yang artinya 'belah, pisah' (to split) dan phren yang arinya 'pikiran' (mind) .

Sebenarnya skizofrenia semula dinamai dementia praecox pada tahun 1899 yang juga adalah sebuah istilah Yunani yang artinya kemunduran fungsi intelektual (dementia) di usia dini (praecox) yang ditandai dengan daya pikir yang makin lama makin memburuk dan disertai gejala berupa waham dan halusinasi.

Eugen Bleuler memperkenalkan istilah skizofrenia karena penyakit ini mengakibatkan terpecahnya antara pikiran, emosi dan perilaku. Istilah skizofrenia menggantikan istilah dementia praecox semenjak ia tak selalu disertai oleh kemunduran daya pikir dan tidak selalu terjadi di usia muda.

Gejala-Gejala Skizofrenia:
Karena skizofrenia adalah penyakit yang kompleks, maka digunakanlah teknik untuk memeriksa secara medis sehingga penderita dapat dipelajari dengan cara yang objektif. salah satu pendekatan untuk menyederhanakan gejala-gejala skizofrenia adalah para peneliti membaginya menjadi gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif dapat didefinisikan sebagai fungsi yang berlebih atau terdistorsi dari fungsi normal, sedangkan gejala negatif dapat didefinisikan sebagai fungsi yang kurang atau hilang bila dibandingkan dengan fungsi normal.

Gejala positif meliputi waham, halusinasi, kekacauan wicara dan kekacauan perilaku seperti mendengar sesuatu yang tidak didengar oleh orang lain dan memakai pakaian yang tidak cocok dengan suasana.

Gejala negatif terdiri dari:
  • Perasaan yang datar (ekspresi emosi yang terbatas).
  • Alogia (keterbatasan pembicaraan dan pikiran, dalam hal kelancaran dan produktivitas).
  • Avolition (keterbatasan perilaku dalam menentukan tujuan).
  • Anhedonia (berkurangnya minat dan menarik diri dari seluruh aktivitas yang menyenangkan yang semula biasa dilakukan oleh penderita).
  • Gangguan perhatian (berkurangnya konsentrasi terhadap sesuatu hal).
  • Kesulitan dalam berpikir secara abstrak dan memiliki pikiran yang khas (stereotipik).
  • Kurangnya spontanitas.
  • Perawatan diri dan fungsi sosial yang menurun.
         (Benhard Rudyanto Sinaga. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. 2007).

Gejala negatif skizofrenia nampaknya saling tumpang-tindih satu sama lain. Tiap-tiap gejalanya mewakili pengurangan dalam kemampuan emosional dan daya pikir yang penting bagi aktivitas sehari-hari.

Tipe-tipe Skizofrenia:
  1. Skizofrenia Paranoid dengan ciri mempunyai perasaan yang takut akan ancaman dan hukuman.
  2. Skizofrenia Katatonik dengan ciri diam membisu.
  3. Skizofrenia Sengkarut/Kacau dengan ciri perilaku yang kacau, rusak, dan kekanak-kanakan. (semula dinamai Skizofrenia Hebefrenik).
  4. Skizofrenia Sederhana (Simple Schizophrenia) dengan ciri bersikap apatis, tidak peduli terhadap lingkungan, menarik diri dari pergaulan sosial, dan sama sekali tak peduli terhadap dunia sekitarnya namun tidak ada halusinasi dan tidak berperilaku kacau. Subtipe ini kini tak lagi diakui ke dalam golongan penyakit skizofrenia.
  5. Skizofrenia Residual yang memperlihatkan gejala-gejala sisa.

Skizofrenia paranoid adalah salah satu tipe skizofrenia di mana penderitanya mengalami delusi bahwa orang lain sedang bersekongkol melawan dirinya atau anggota keluarganya. Paranoid juga merupakan jenis skizofrenia dengan jumlah kasus kejadian paling banyak.
Kebanyakan penderita skizofrenia paranoid mengalami halusinasi suara, di mana mereka mendengar suara-suara yang tidak nyata. Umumnya, mereka juga mengalami delusi bahwa diri mereka lebih hebat, lebih kuat, serta punya pengaruh besar daripada  kenyataannya.
Paranoid Schizophrenia - alodokter
Penderita skizofrenia paranoid akan menghabiskan banyak waktunya untuk memikirkan cara melindungi diri dari musuh-musuh khayalan mereka. Dengan penanganan yang benar serta dukungan dari orang terdekat, biasanya pengidap kondisi ini punya kemungkinan sembuh yang besar.

Gejala Skizofrenia Paranoid

Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Gejala-gejala utama yang dirasakan oleh penderita skizofrenia paranoid adalah:
  • Halusinasi suara.
  • Merasa cemas, curiga, berhati-hati, dan suka menyendiri.
  • Gangguan persepsi.
  • Merasa dirinya lebih hebat dari kenyataan (delusi kebesaran).
  • Delusi paranoid yang rutin dan stabil.
  • Mengalami perasaan cemburu tidak realistis (delusi cemburu).
Selain gejala-gejala utama, penderita skizofrenia paranoid juga mengalami beberapa gejala ringan yaitu:
  • Suasana hati yang tidak stabil (tapi gejalanya disini lebih ringan dibanding pada skizofrenia jenis lain).
  • Terobsesi dengan kematian, sekarat, atau kekerasan.
  • Merasa terperangkap atau putus asa.
  • Mengucapkan salam perpisahan yang tidak biasa.
  • Mendata orang-orang terdekat untuk membagikan barang-barang pribadi.
  • Meningkatnya konsumsi minuman keras atau obat-obatan.
  • Berubahnya pola tidur dan makan.

Penyebab dan Faktor Risiko Skizofrenia Paranoid

Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari skizofrenia paranoid. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa kebanyakan jenis skizofrenia disebabkan oleh disfungsi otak.
Dua faktor yang menyebabkan disfungsi otak tersebut adalah faktor keturunan dan lingkungan. Sedangkan pemicu utama munculnya skizofrenia sendiri adalah stres dan trauma.
Selain faktor keturunan, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang berisiko terkena skizofrenia paranoid, yaitu:
  • Penyalahgunaan obat-obatan.
  • Infeksi virus dan malnutrisi, yang terjadi pada janin.
  • Usia saat mengandung. Orang tua yang mengandung ketika sudah berusia lanjut punya risiko lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan skizofrenia.
  • Stres pada usia muda, bisa menjadi faktor pendukung munculnya skizofrenia.
  • Kekerasan atau trauma saat masih anak-anak.

Diagnosis Skizofrenia Paranoid

Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Untuk mendiagnosis skizofrenia paranoid, dokter akan menjalankan beberapa pemeriksaan seperti:
  • Pemeriksaan fisik dan tes darah (terutama untuk membuktikan adanya gangguan tiroid, kadar alkohol, dan obat-obatan).
  • Tes pencitraan, termasuk MRI dan CT scan untuk memeriksa apakah terdapat luka di otak atau ketidaknormalan pada struktur otak.
  • Uji EEG (elektroensefalografi), untuk menguji fungsi otak penderita.
  • Evaluasi psikologis. Psikiater akan bertanya pada penderita tentang pikiran, perasaan, serta perilaku penderita.
  • Pengambilan sampel neuron dari hidung penderita. Molekul mikro RNA yang ada di dalam neuron akan diuji di laboratorium.

Pengobatan dan Komplikasi Skizofrenia Paranoid

Penderita membutuhkan penanganan rutin dan terus menerus, sebab skizofrenia paranoid merupakan penyakit mental kronis. Beberapa jenis penanganan untuk penderita skizofrenia paranoid adalah:
  • Pemberian obat-obatan. Jenis yang diberikan umumnya adalah obat antipsikotik atipikal, antipsikotik tipikal, antidepresan, anti cemas, atau penstabil mood.
  • Perawatan di Rumah Sakit Jiwa. Jika gejala semakin parah, maka penderita harus ditangani di Rumah Sakit Jiwa agar kebutuhan nutrisi serta istirahat bisa dipantau dan dipenuhi.
  • Terapi elektrokonvulsif (ECT). Penanganan ini digunakan bagi penderita yang mengalami gejala depresi parah dan penderita yang punya risiko tinggi bunuh diri.
  • Pelatihan keterampilan dan bersosialisasi. Penderita akan dilatih untuk hidup higienis, mengonsumsi makanan bernutrisi, dan memiliki komunikasi yang lebih baik.
Komplikasi serius bisa terjadi jika skizofrenia paranoid tidak ditangani. Beberapa komplikasi yang bisa disebabkan oleh skizofrenia paranoid adalah:
  • Depresi.
  • Masalah kebersihan.
  • Penyalahgunaan zat.
  • Malnutrisi.
  • Dorongan pikiran dan perilaku bunuh diri.
  • Penyakit yang disebabkan merokok.
Dalam kehidupan sosialnya, penderita skizofrenia paranoid juga berisiko menjadi pengangguran, tuna wisma, pelaku kriminal, menjadi korban kriminalitas serta ketidakmampuan untuk belajar.

Diambil dari :
http://www.alodokter.com/skizofrenia-paranoid